Halaman

Jumat, 26 November 2010

Sekelumit Kisah yang Terlara #2 _to be continued_

Sabtu, 28 November 2009
Hari H penyembelihan hewan qurban di sekolah. Aku nggak bertugas hari ini. Aku masih trauma untuk sekedar memegang kamera, menyentuh sekalipun. Menjelang siang ketika aku dan semua sibuk mengiris-iris daging, ada sms masuk di hape ku
”Yth sdr Fa, kamera merk xxx seri xxx atas nama anda yang diservis pada tanggal 25 november 2009 tidak bisa diperbaiki, bisa di ambil maksimal pk.16 dan mengganti ongkos bongkar 15ribu rupiah. Terima kasih.”


Keajiban yang ku nanti tak datang, kenyataan yang pahit harus dijemput.
Allah…. Allah…. Allah…. Aku harus gimana? Harapanku lenyap sudah. Tak kuasa ku menahan tangis. Di pelukan temanku, ku tumpahkan semua air mataku. Aku begitu kebingungan, nominal 2juta selalu terngiang. Allah, aku harus gimana? Apa aku harusn ngomong ke keluarga? Allah, aku takut.. ekonomi keluarga sedang down, mana baru persiapan untuk pernikahan kakakku. 2 juta bukan uang sedikit untuk kami… Aku bingung..

Sore hari, ku sms kakakku, meminta izin untuk matur sesuatu sama keluarga. Seampai di rumah, ku ceritakan yang terjadi, dan ekspresi pertama kali yang kulihat pada ibuku adalah, KAGET ketika mendengar nominal itu. “Kamu harus belajar bertanggungjawab, itu untuk acara sekolah, kamu panitia, kalian semua panitia juga harus ikut memikirkannya. Itulah organisasi, jangan kamu pikir sendiri terus lari ke keluarga. Keluarga membantu, tapi belajarlah bertanggungjawab.” kata kakakku. Dengan lemas ku menuju kamarku dan menangis tersedu-sedu.
Malam harinya kakakku Mas H sms, “Albukaa-u jaizun, walaisa makhrojan. Menangis itu boleh, tetapi ia bukanlah jalan keluar. Bissobri tanaalu maa turid. Dengan kesabaran kau akan peroleh keinginanmu.” Terima kasih kakak, dukungan mentalmu. Tapi apa daya diriku ini, aku betul-betul merasa tak kuat. Allah, aku berlindung pada-Mu.

Lalu, apa yang harus aku katakan pada Tya? Rabu besok pasti dia akan menanyakan kabar kameranya, karena perjanjian dengan tempat servis itu 7 hari.
Dan benar.. malam rabu, Tya sms menanyakan kameranya. Aku bingung harus ngomong apa. Dan akhirnya ku jawab dengan jawaban menggantung, aku bilang bahwa besok aku akan ke rumahnya dengan teman-teman panitia, untuk meminta maaf dan berunding langsung dengan orangtuanya, yang memang sudah aku dan teman-teman rencanakan. Allah, jawaban kasar yang ku terima,”Kui barangku!! Rasah nggowo-nggowo wong tua ku!!” Ya Rabb, seumur hidup belum pernah dia ngomong sekasar itu kepadaku.

Prahara telah dimulai.. fikirku dengan getir..

Ryan menelfonku lama.. ya.. sangat lama…untuk apa? Untuk menghiburku, untuk menenangkan pikiranku.. untuk membantu menarik benang kusut yang menyumbat otakku.. yaa, benang yang sangat kusut.. dan malam ini kami sepakat, kami semua, akan ketemu Tya, di manapun, kalau Tya tak bersedia di rumahnya.

...to be continued..

Tidak ada komentar: